Yeremia 1: Dipilih Sejak Kandungan
Dulu saya ngerasa hidup itu cuma main-main. Pernah mabuk di atas tower sutet, ngerasa kayak raja dunia. Lalu nyaris mati kesetrum. Waktu baca Yeremia 1, saya kaget: Tuhan udah punya rencana buat saya sejak lahir! Kayak Yeremia yang nolak dipilih, saya juga merasa nggak layak. Tapi Tuhan nggak butuh orang sempurna, Dia mau orang yang mau diubah. Itu titik awal saya mulai mikir: "Mungkin saya juga dipilih buat sesuatu."
Yeremia 14 - Kekeringan & Kekeringan Hati
Dulu saya pernah sok jago, minum sampai teler, lalu bangun di sel tahanan karena bikin onar di jalan. Haus, dehidrasi, kepala muter, lidah kering seperti gurun. Ketika membaca Yeremia 14, Tuhan berbicara tentang kekeringan di Israel, tetapi yang lebih parah adalah hati mereka juga kering dari Tuhan. Saya sadar, hidup saya juga gersang, haus akan sesuatu yang lebih dalam. Dari situ, saya mulai mencari Tuhan, bukan hanya mencari air buat netralin mabuk.
Yeremia 15 - Ditolak & Dihancurkan
Pernah merasa diasingkan? Saya pernah. Dulu saya ditendang dari kosan karena telat bayar tiga bulan, tidur di emperan, hujan-hujanan. Saat baca Yeremia 15, saya merasa sama seperti Yeremia—ditolak dan sendirian. Tapi Tuhan tidak meninggalkan dia, begitu juga saya. Saat itu, seorang teman lama mengajak saya kerja serabutan, dan perlahan hidup mulai membaik. Tuhan bisa pakai apa saja, bahkan saat kita merasa sudah tidak punya harapan.
Yeremia 16 - Hidup yang Berbeda
Saat semua teman saya asyik pesta dan pacaran bebas, saya pernah merasa aneh karena mulai menjauhi gaya hidup itu. Tapi Yeremia 16 bikin saya sadar, Tuhan memang sering memanggil seseorang untuk hidup berbeda. Awalnya saya merasa kehilangan kebebasan, tapi lama-lama saya sadar, saya justru dibebaskan dari hidup yang menghancurkan diri sendiri.
Yeremia 17 - Hati yang Licik
Dulu saya pikir saya orang yang baik. Sampai suatu hari, saya mengkhianati teman baik saya sendiri demi uang. Hati manusia memang licik, seperti kata Yeremia 17:9. Saya menyesal, tapi saat itu saya masih terlalu egois untuk berubah. Butuh waktu lama sampai saya sadar bahwa hanya Tuhan yang bisa mengubah hati yang busuk menjadi bersih.
Yeremia 18 - Bejana yang Hancur
Saya pernah mencoba bisnis kecil-kecilan, tapi bangkrut total. Semua modal habis, saya malu luar biasa. Yeremia 18 membandingkan kita dengan bejana di tangan Tuhan—kadang dihancurkan untuk dibentuk ulang. Saat itu, saya sadar kegagalan bukan akhir. Tuhan sedang membentuk saya menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak.
Yeremia 19 - Hancur Karena Dosa Sendiri
Saya pernah kehilangan segalanya karena kebodohan saya sendiri. Waktu itu, saya terlilit utang akibat gaya hidup boros. Yeremia 19 menunjukkan bahwa orang-orang Yehuda dihancurkan karena dosa mereka sendiri, bukan karena Tuhan kejam. Sama seperti saya, saya sendiri yang membawa kehancuran itu, tapi Tuhan tetap memberi kesempatan untuk bertobat.
Yeremia 20 - Marah pada Tuhan
Pernah marah sama Tuhan? Saya pernah. Saat hidup terasa hancur, saya bertanya, “Kenapa saya, Tuhan?” Yeremia juga pernah marah dan ingin berhenti, tapi dia tidak bisa karena api Tuhan ada dalam hatinya. Saya juga begitu. Seberapa pun saya ingin lari dari Tuhan, Dia tetap menarik saya kembali.
Yeremia 21 - Pilihan di Tengah Krisis
Dulu saya pernah dihadapkan dengan pilihan: tetap dalam lingkungan toxic atau keluar dan memulai dari nol. Yeremia 21 berbicara tentang bangsa yang harus memilih: bertahan dalam kehancuran atau keluar dan hidup. Saya akhirnya memilih untuk keluar, walau awalnya berat, tapi itu keputusan terbaik yang pernah saya ambil.
Yeremia 22 - Kesombongan yang Dijatuhkan
Saya pernah sombong saat punya sedikit keberhasilan, merasa paling hebat. Lalu saya jatuh, kehilangan segalanya. Yeremia 22 mengingatkan bahwa kesombongan raja-raja Yehuda membuat mereka dihancurkan. Saya belajar bahwa semua yang saya punya bukan karena saya hebat, tapi karena Tuhan baik.
Yeremia 23 - Gembala Palsu
Saya pernah percaya pada seseorang yang kelihatannya baik, tapi ternyata hanya memanfaatkan saya. Yeremia 23 berbicara tentang nabi palsu yang menyesatkan orang. Saya belajar untuk lebih berhati-hati dan mencari kebenaran sejati di dalam Tuhan.
Yeremia 24 - Buah yang Baik dan Busuk
Saya pernah berada di titik di mana saya harus memilih: tetap hidup dalam kebodohan atau berubah. Yeremia 24 berbicara tentang dua jenis buah—yang baik dan yang busuk. Saya ingin menjadi buah yang baik, jadi saya mulai mengambil keputusan yang benar, walau sulit.
Yeremia 25 - Konsekuensi Kesalahan
Dulu saya pikir kesalahan saya tidak berdampak besar. Sampai akhirnya, saya kehilangan teman, pekerjaan, dan reputasi. Yeremia 25 berbicara tentang hukuman yang harus ditanggung Yehuda akibat dosa mereka. Saya belajar bahwa setiap tindakan ada konsekuensinya, dan Tuhan tidak bisa dipermainkan.
Yeremia 26 - Berdiri Teguh
Saya pernah ditekan untuk ikut arus, tapi hati kecil saya tahu itu salah. Yeremia 26 mengajarkan bahwa berdiri teguh dalam kebenaran tidak selalu mudah, tapi Tuhan yang akan membela.
Yeremia 27 - Menyerah pada Tuhan
Saya dulu keras kepala, ingin melakukan segala sesuatu dengan cara saya sendiri. Tapi semakin saya berusaha, semakin saya gagal. Yeremia 27 berbicara tentang menyerah kepada Tuhan. Akhirnya saya belajar untuk berhenti melawan, dan membiarkan Tuhan yang memimpin.
Yeremia 28 - Janji Palsu
Saya pernah tertipu janji manis seseorang, percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja tanpa usaha. Tapi itu hanya kebohongan. Yeremia 28 menunjukkan bahwa tidak semua yang terdengar indah itu benar. Saya belajar untuk tidak mudah percaya pada sesuatu yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.
Yeremia 29 - Rencana Damai Sejahtera
Dulu saya berpikir hidup saya sudah hancur, tidak ada harapan. Tapi Yeremia 29:11 mengingatkan saya bahwa Tuhan punya rencana baik. Hari ini, saya melihat kembali ke masa lalu dan menyadari bahwa setiap kegagalan membawa saya ke sesuatu yang lebih baik.
Yeremia 30 - Luka yang Disembuhkan
Saya pernah mengalami pengkhianatan yang sangat dalam, hati saya hancur. Butuh waktu lama untuk pulih, tapi Yeremia 30 mengingatkan bahwa Tuhan berjanji menyembuhkan luka-luka umat-Nya. Saya belajar bahwa Tuhan bukan hanya menyembuhkan fisik, tapi juga hati yang terluka.
Yeremia 31 - Masa Depan yang Penuh Harapan
Dulu saya berpikir hidup saya tidak ada artinya. Tapi Yeremia 31 berbicara tentang janji Tuhan untuk memberi harapan baru. Saya mulai percaya bahwa tidak peduli seburuk apa masa lalu saya, Tuhan tetap punya masa depan yang baik bagi saya.
Yeremia 32 - Iman di Tengah Ketidakmungkinan
Saya pernah kehilangan pekerjaan dan hampir menyerah. Saat membaca Yeremia 32, saya melihat bagaimana Yeremia membeli tanah meskipun tahu bangsa itu akan dijajah. Dia percaya Tuhan akan memulihkan mereka. Saya pun belajar untuk percaya bahwa Tuhan bisa membuat keajaiban di tengah keterpurukan saya.
Yeremia 33 - Tuhan Membawa Pemulihan
Saya pernah hidup dalam keputusasaan, tapi Tuhan perlahan memulihkan hidup saya. Yeremia 33 menunjukkan bahwa Tuhan adalah sumber pemulihan sejati, dan saya mengalaminya sendiri ketika hubungan saya dengan keluarga mulai membaik setelah bertahun-tahun berantakan.
Yeremia 34 - Janji yang Dilanggar
Saya pernah berjanji akan berubah, tapi akhirnya jatuh lagi dalam kebiasaan buruk. Yeremia 34 mengingatkan saya bahwa Tuhan tidak main-main dengan janji. Saya belajar untuk tidak menganggap enteng komitmen saya kepada Tuhan.
Yeremia 35 - Ketaatan yang Konsisten
Saya mudah berubah-ubah, kadang semangat mencari Tuhan, kadang malas. Tapi Yeremia 35 berbicara tentang orang-orang Rekhab yang tetap setia. Saya ingin belajar untuk lebih konsisten dalam iman saya.
Yeremia 36 - Menolak Kebenaran
Dulu saya sering mengabaikan nasihat yang baik, merasa paling benar sendiri. Yeremia 36 berbicara tentang bagaimana raja membakar gulungan firman Tuhan karena tidak suka isinya. Saya sadar, sering kali saya juga menutup hati terhadap kebenaran yang tidak ingin saya dengar.
Yeremia 37 - Ketakutan yang Menghancurkan
Saya pernah takut mengambil keputusan besar, sampai akhirnya saya diam di tempat dan kehilangan kesempatan. Yeremia 37 menunjukkan bagaimana ketakutan raja Zedekia membuatnya tidak taat pada Tuhan. Saya belajar bahwa ketakutan bisa menghancurkan jika kita tidak mempercayakan diri kepada Tuhan.
Yeremia 38 - Dibuang karena Kebenaran
Saya pernah dianggap aneh karena memilih hidup yang berbeda dari teman-teman lama saya. Yeremia 38 berbicara tentang bagaimana Yeremia dibuang ke dalam sumur karena berkata jujur. Saya belajar bahwa tidak semua orang akan menerima kita, tapi kebenaran tetap harus ditegakkan.
Yeremia 39 - Akhir dari Keangkuhan
Saya pernah jatuh karena kesombongan saya sendiri. Yeremia 39 menceritakan bagaimana Yerusalem akhirnya dihancurkan karena mereka menolak bertobat. Saya belajar bahwa kalau kita terus keras kepala, akhirnya kita sendiri yang akan menanggung akibatnya.
Yeremia 40 - Kesempatan Baru
Saya pernah merasa hidup saya berantakan, tapi Tuhan memberi kesempatan baru. Yeremia 40 berbicara tentang bagaimana beberapa orang yang tersisa diberi kesempatan untuk memulai lagi. Saya belajar bahwa Tuhan selalu punya jalan untuk memulihkan kita.
Yeremia 41 - Dikhianati
Saya pernah percaya pada seseorang yang ternyata menusuk saya dari belakang. Yeremia 41 berbicara tentang pengkhianatan Ismael yang membunuh orang-orang yang mempercayainya. Saya belajar untuk lebih berhati-hati dalam mempercayai orang, tapi tetap mengampuni seperti yang Tuhan ajarkan.
Yeremia 42 - Jangan Cari Tuhan Kalau Tidak Mau Taat
Saya pernah berdoa meminta petunjuk Tuhan, tapi ketika jawabannya tidak sesuai keinginan saya, saya malah mengabaikannya. Yeremia 42 menunjukkan bahwa orang-orang Yehuda bertanya kepada Tuhan, tapi akhirnya tetap melakukan apa yang mereka mau. Saya belajar untuk tidak hanya mencari Tuhan sebagai formalitas, tapi sungguh-sungguh ingin menaati-Nya.
Yeremia 43 - Lari dari Kebenaran
Dulu saya pernah menghindari tanggung jawab, mencari alasan, dan menyalahkan orang lain. Yeremia 43 berbicara tentang bagaimana bangsa Yehuda lari ke Mesir meskipun Tuhan sudah memperingatkan mereka. Saya sadar, melarikan diri dari kebenaran hanya akan membawa masalah yang lebih besar.
Yeremia 44 - Bersikeras dalam Dosa
Saya pernah tahu bahwa apa yang saya lakukan salah, tapi tetap melakukannya. Yeremia 44 menunjukkan bagaimana bangsa itu tetap menyembah berhala meskipun Tuhan sudah memperingatkan mereka. Saya belajar bahwa kalau kita tidak mau bertobat, kita sendiri yang akan menanggung akibatnya.
Yeremia 45 - Ambisi yang Salah
Saya pernah terlalu fokus mengejar kesuksesan dunia, sampai lupa apa yang benar-benar penting. Yeremia 45 mengingatkan bahwa hidup bukan tentang mencari kemuliaan diri sendiri, tapi mengikuti rencana Tuhan.
Yeremia 46 - Jangan Takut
Saya sering khawatir akan masa depan. Tapi Yeremia 46 mengingatkan bahwa Tuhan berkuasa atas segalanya. Saya belajar untuk percaya bahwa apapun yang terjadi, Tuhan tetap memegang kendali.
Yeremia 47 - Ketakutan Tanpa Dasar
Saya dulu takut kehilangan segalanya, padahal saya belum tentu akan mengalami itu. Yeremia 47 berbicara tentang bangsa Filistin yang takut pada kehancuran. Saya belajar bahwa banyak ketakutan saya sebenarnya tidak perlu, karena Tuhan selalu menyertai saya.
Yeremia 48 - Bangga dengan Dosa
Saya pernah membanggakan hal-hal bodoh yang saya lakukan, merasa keren. Tapi Yeremia 48 menunjukkan bagaimana Moab dihancurkan karena kesombongan mereka. Saya belajar bahwa dosa bukan sesuatu yang patut dibanggakan.
Yeremia 49 - Jangan Percaya pada Kekuatan Sendiri
Saya pernah berpikir bisa menghadapi segalanya sendiri, tapi akhirnya gagal. Yeremia 49 menunjukkan bagaimana bangsa-bangsa yang mengandalkan diri sendiri akhirnya jatuh. Saya belajar untuk lebih bergantung pada Tuhan.
Yeremia 50 - Pembebasan dari Perbudakan
Saya dulu diperbudak oleh kebiasaan buruk, tidak bisa lepas. Yeremia 50 berbicara tentang pembebasan dari Babel. Saya belajar bahwa Tuhan bisa membebaskan kita dari apa pun yang mengikat kita.
Yeremia 51 - Kejatuhan yang Tak Terhindarkan
Saya pernah menunda pertobatan, berpikir masih ada waktu. Tapi Yeremia 51 menunjukkan bahwa hukuman Tuhan tidak bisa dihindari selamanya. Saya belajar bahwa lebih baik bertobat sekarang daripada menunggu sampai semuanya terlambat.
Yeremia 52 - Akhir dari Segala Kesombongan
Dulu saya hidup sesuka hati, merasa Tuhan tidak peduli. Tapi akhirnya saya sadar bahwa tanpa Tuhan, saya hancur. Yeremia 52 menunjukkan bagaimana kehancuran datang bagi mereka yang menolak Tuhan. Saya belajar bahwa hanya dengan berserah kepada Tuhan, hidup saya bisa dipulihkan.
Selesai! Ini adalah perjalanan dari kebodohan, kegagalan, hingga pertobatan sejati. Terima kasih telah membaca pengalaman pribadi saya ini, semoga bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang! 🙏🔥